The Fed Diramal Akan Menahan Suku Bunga Lebih Lama, Rupiah Bisa Makin Lemah

ILUSTRASI. Petugas menghitung uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Jumat (1/3/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat alias The Federal Reserve System (The Fed) diperkirakan akan menahan suku bunga acuannya pada level yang tinggi lebih lama lagi.

Hal ini tentunya akan mempengaruhi nilai tukar rupiah yang akan semakin mengalami pelemahan. Rupiah sendiri tersungkur ke level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini.

Ekonom Universitas Indonesia dan Menteri Keuangan periode 2014-2016 Bambang Brodjonegoro menyampaikan, mulanya berbagai pihak menduga The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya pada pertengahan tahun.

Akan tetapi, Ia sendiri memprediksi The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat atau pada pertengahan tahun ini.

Baca Juga: Rupiah Melemah, Industri Energi Terbarukan Bisa Terdampak

Penyebabnya adalah tingkat inflasi di Amerika Serikat masih di atas target The Fed.

Belum lagi karena faktor Bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya pada Maret lalu menjadi kisaran 0%-0,1%, setelah di tahan di level ultra rendahnya selama delapan tahun terakhir dan menjadi kenaikan pertama sejak 17 tahun terakhir.

“Intinya secara eksternal kita akan menghadapi tantangan serius ini bisa membuat rupiah tertekan sampai berapa tentu sulit,” tutur Bambang dalam agenda Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Senin (15/4).

Di samping itu, perkiraan The Fed tidak akan menurunkan suku bunganya pada pertengahan tahun ini semakin kuat karena adanya konflik yang memanas pasca Iran melakukan serangan terhadap Israel.

Bambang menilai, sebagai antisipasi rupiah yang semakin melemah, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah.

“Akan tetapi, juga BI tidak mungkin menggunakan cadangan dolar begitu saja untuk melakukan intervensi karena akibatnya akan fatal,” ungkapnya.

Baca Juga: Produsen Pendingin Refrigerasi Terdampak Pelemahan Rupiah Terhadap Dolar AS

Di samping itu, Ia juga menilai jika BI mengambil langkah dengan menaikkan suku bunganya, bukan merupakan langkah yang tepat, mengingat kondisi dolar AS saat ini sedang menguat terhadap hampir semua mata uang negara lainnya sebagai akibat tingkat bunga yang tinggi.

“Hal tersebut terjadi akibat tingkat bunga yang tinggi, ditambah sekarang gara-gara Iran-Israel. Biasanya investor akan safe haven, akan mencari tempat yang paling aman yakni US dolar, dan  US treasury bond,” imbuhnya.

Selanjutnya: Menilik Potensi Kilau Emas Sebagai Safe Haven

Menarik Dibaca: Sama-Sama Berisiko, Ini Perbedaan P2P Lending dengan Investasi Saham dan Kripto

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *